Kamis, 18 Februari 2010

Bukan Tujuan Hidup

Waktu kecil dulu, kira-kira apa yang ada dibenak Anda ketika ada seseorang yang menanyakan “klo sudah besar nanti kamu mau jadi apa?”. Jika tidak salah mengutip, saya akan memberikan beberapa pilihan yang akan disebut para anak kecil (dilihat secara umur, bukan dari besar atau kecil tubuh).

1. Jadi dokter
2. Jadi polisi
3. Jadi insinyur
4. Jadi arsitek
5. Jadi pilot
6. Jadi kapiten (inget lagu “aku…seorang kapiten….mempunyai pedang panjang…”)
7. Jadi guru
8. de-el-el (nomor urut ini tidak bisa dijadikan tingkat prioritas dari nomor yang satu atas nomor yang lainnya)

Yah, begitulah kira-kira, walaupun di kehidupan nyata masih banyak sekali profesi, jabatan, posisi yang belum tersebut (dan yang tidak disebut jangan marah!!!). Sedangkan PNS, apakah pernah Anda pernah mendengar seorang anak yang (menurut saya, secara demografis, anak kecil yang masih layak untuk ditanyakan adalah sekitar umur 5-13 tahun, selebihnya sudah lebih pintar – atau bahkan terkontaminasi) jika ditanya “Nak, klo sudah besar nanti, cita-cita kamu mau jadi apa?” akan menjawab “Aku mau jadi PNS aja, ah, Bu/Pak/Kak/Bang/Mas/Mbak/A’/Teh/Uda/Uni…(yang gak disebut jangan marah)”

Sekali lagi, apakah Anda pernah mendengar lontaran jawaban yang menyebut kata PNS dari “si kecil”? Jika memang pernah (tentunya bukan karena Anda terlebih dahulu memberitahukan kata itu, dan harus murni dari kepolosan “si kecil”), tolong di rekam dan mohon kesediaanya untuk dikirimkan ke saya. Terima kasih.

Menurut saya, profesi apapun itu, adalah mulia – baik dimata saya, pun insya Allah dimata manusia yang lain, dan mudah-mudah di mata Sang Pencipta, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Semuanya mulia, selama hal itu mendatangkan maslahat bagi sesama dan seluruh kehidupan. Jika boleh mengutip sebuah pepatah “apa yang Kau tanam, itulah yang kan Kau petik”. Kebaikan dibalas dengan kebaikan (bisa jadi kebaikan tersebut tidak kita rasakan karena didatangkan melalui media yang sangat unik dan tidak pernah terlintas atau sekalipun terpikirkan oleh kita, bisa langsung, esok, atau di “hari yang lain”), dan kejahatan dibalas dengan kejahatan – sekarang ataupun “nanti”.

Diumur saya yang tidak bisa lagi dibilang imut, sepertinya saya tidak punya kepentingan untuk mengingat keburukan, kejahatan, atau tindakan-tindakan negative yang telah dilakukan oleh sesama saya, baik sudah dijemput maut maupun yang masih segar bugar dan masih berencana untuk melebarkan criminal mapping-nya. Mungkin yang saya maksud adalah nama-nama para pelaku, sedangkan tingkah-laku dan tindak-tanduk mereka haruslah tetap diingat agar menjadi pembelajaran sebagai langkah mewaspadai wabah yang mungkin saja melanda di kemudian hari. Dan menurut hemat saya, otak manusia sebenarnya sudah pernah diisi oleh kata-kata bijak, kata-kata mutiara, kata-kata motivasi, de-el-el, yang berisi kebajikan dalam mengisi kehidupan dunia dan (bagi mereka yang percaya akan adanya hari pembalasan di kehidupan yang lain, termasuk saya) meraih kemenangan di kehidupan lain setelah ini. Bahkan, mungkin saja tempurung yang menjadi wadah kata-kata itu sudah tidak mampu menampung sehingga terbuang sia-sia.

Dan, bukannya tidak mungkin, essence dari kehidupan pun akan melarut luber dari tempurung itu, tanpa pernah menyentuh hati dan jiwa si pemilik tubuh. Bisa dibilang, kata-kata itu naik kereta executive express, hanya memiliki satu tujuan dan tidak menjadwalkan kedatangan untuk sekedar transit selama perjalanan, masuk telinga kanan langsung keluar telinga kiri (entahlah bagi mereka yang tunarungu, saya juga bingung bagaimana menggambarkan keadaan mereka dalam situasi ini, mudah-mudahan mereka lebih terjaga).

Mengenai profesi yang saya sebut sebelumnya (sebenernya bukan profesi, tapi lebih ke status keprofesian), kembali saya menyimak berita buruk yang di citrakan oleh beberapa oknum PNS di luar daerah, yang memalsukan sertifikat sebagai kelengkapan dokumen kenaikan pangkat. Yang jelas, sikap dan kelakuan para oknum telah membuat saya semakin apatis terhadap status pegawai tersebut.

Memang sih, saya tidak bisa menyamaratakan kelakuan negatif oknum kepada semua yang telah memiliki status tersebut. Banyak juga yang berprestasi dan memberikan loyalitas mereka kepada negeri tercinta, terutama kepada daerah yang mereka diami. Tapi, jika boleh mengutip kata pepatah: “setitik nila, rusak susu sebelanga” (benar ga redaksinya, saya agak ragu pake pepatah ini. Tolong benerin yak lo salah). Ibarat kata, klo mampir ke kios parfum, badan dan pakaian kita akan harum semerbak (at least for a while). apalagi klo sampe bertemen sama pemiliknya, bisa dapet kiriman parfum terus tiap bulan (ngarep!).

Di penghujung tahun 2009, saya ikutan test masuk CPNS untuk wilayah kabupaten saya. Ini juga cuma sekedar pengen tahu, dan coba-coba saja, dan juga karena kedua kakak saya juga ikut dan, dengan penuh semangat , menyemangati saya untuk ikut serta. Dan, saya pun ikut, tepatnya ikut-ikutan ikut.

Untuk melengkapi keperluan berkas, saya pun harus merelakan waktu saya menyambangi beberapa instansi pemerintah daerah. Setelah saya rinci, ada 5 (lima) kantor yang saya kunjungi: kantor desa, kantor kecamatan, puskes kecamatan, pemkab, dan polres.
Beberapa tahun yang lalu, ketika kantor saya mengirim saya ke salah satu perusahaan persero untuk suatu keperluan, image buruk langsung membekas dalam benak saya. Bagaimana tidak, kantor public yang dibiayai masyarakat umum (khususnya bagi mereka yang menjadi pekerja), menurut saya tidak layak untuk disebut kantor, apalagi diklaim sebagai kantor pemerintah. Tidak terawat, seperti bangunan tua yang habis terbakar.

Intinya: sangat tidak representative!

Kembali ke topic utama. Dari kunjungan ke kantor-kantor instansi tersebut, ada beberapa kantor yang menurut saya memerlukan intensive maintenance, terutama terhadap halaman muka. Betapa tidak, kita toh sebagai bangsa timur sering menilai buku dari halaman muka toh! Begitu juga dengan sebuah kediaman, jika kita bertandang ke suatu tempat dan menemukannya tidak terawat, apa yang langsung terbersit? Jujur saja, hati saya akan membatin: Yang punya jorok. Bukankah memelihara lebih baik dan lebih murah dibanding mengobati?

Ada hal lain yang ingin saya ceritakan. Dari kunjungan ke kantor-kantor instansi tersebut, hanya satu instansi yang tidak menyuguhkan pricelist. Itupun karena saya kenal dengan staf yang sedang melayani, entahlah kejadiaannya bagaimana jika yang bersangkutan tidak kenal dengan customer-nya. Dan yang saya cermati adalah: sikap para oknum pada saat menyuguhkan pricelist tersebut. (setahu saya, semua keperluan public sudah masuk dalam budget atau masuk dalam anggaran).

They looked like innocent. Bahkan, beberapa dari mereka, dengan tanpa malu, tersenyum atau bahkan tertawa sambil memberikan guyonan ketika hendak mengosongkan peti yang sudah penuh dengan uang. “uang administrasinya seikhlasnya ya Bu/Pak/Mas/Mbak/Dek”. Sambil menunggu giliran saya dipanggil saya juga memperhatikan, nilai terkecil yang masuk dalam peti adalah seribu perak, dan nilai terbesar 20ribu perak. Oiya, ada satu instansi yang melakukan 3 kali pemungutan: input, process, output. Ada yang menetapkan tariff, ada juga yang bersandar pada keikhlasan customer. Kaya mendadak mereka…

Saya yakin jumlah uang khusus yang masuk pada hari-hari tersebut sangatlah besar. Tapi saya tidak melihat adanya pencatatan uang yang masuk dari kegiatan ini. Bahkan ada salah satu oknum yang langsung mengantongi uang masuk ke dalam saku. Puh…
Saya hanya khawatir, kelakuan dan sikap negatif semacam ini menulari mereka yang masih punya rasa idealisme membangun masyarakat dan Negara. Katanya semuanya sudah dijamin pemerintah, lah kok masih juga membebani masyarakat?

Adalagi berita miris. Untuk test CPNS ini saya tidak lulus. Bagi saya itu bukan kabar buruk. Dan saya juga sudah tidak ada keinginan untuk ikut kembali. Dari pengumuman kelulusan, tersiar bahwa salah seorang kolega lulus dalam test tersebut. Yang disayangkan adalah, dibelakang kelulusannya masih menjuntai embel2 yang tidak mengenakkan hati, karena menjadi rahasia umum. Kelulusannya adalah karena hasil lobi keluarga ke salah seorang pejabat.

Bagi yang masih punya rasa hati, jagalah rasa itu. Kasihanilah mereka yang tidak punya apa-apa. Tidak punya rekanan untuk dilobi, tidak punya materi sebagai jaminan. Untuk hidup aja mereka susah. Mereka juga punya hak untuk mengabdi pada Negara, pantas atau tidak biarkan semua dibuktikan dengan prestasi.


Rumah, 3 Pebruari 2010

Sabtu, 23 Januari 2010

Sketsa taK berbentuk

Tulisan ini sebenarnya mau langsung saya post, tapi berhubung sudah malem, ditambah kelopak mata sudah hanya kuat bersinar 5 watt, dan koneksi modem saya yang hampir sekarat, akhir nya tulisan ini saya simpan dulu dan baru bisa sekarang dipost. (ini juga pinjem laptopnya temen. hehe....)



Saturday night, 16th January 2010
07.00 pm

Hi... nice to see you again.
Right. Pardon me.

Hi...nice to have talking to you again pal. ;-)
What?

Uhmmm.... whatever...!!!

Lagi pusing, sebelum nulis ini kepala saya terasa sangat berat. Sebenarnya sih uda pengen banget tidur, tapi karena pengalaman yang gak enak jadi sepertinya saya berusaha untuk tidak mengulanginya lagi. (Seandainya pun hal ini terulang lagi saya mohon maaf secara resmi kepada seluruh departemen anatomi badan saya). Dan pernyataan saya ini menyangkut dari peristiwa, yang saya sadari, pernah saya lakukan dengan sadar-tidak-sadar, atau setengah sadar. Peristiwa yang saya maksud adalah, yakni tertidurnya saya di atas pembaringan setelah melaksanakan Shalat Maghrib. Pun ketika sedang dalam pelaksanaan ritual, saya sempat terkantuk, dan karena merasa sudah tidak berdaya saya pun becir ke kamar saya untuk bobo. Saya pun terbangun dengan perasaan yang biasa-biasa saja. Tapi, ternyata, saya menyimpan satu perasaan, hanya ada satu titik rasa bersalah: bakalan susah tidur malem (versi tidur-malem-resmi). Bagi sebagian orang, peristiwa ini bisa jadi dianggap masalah sepele, dan saya pun bisa memakluminya. Tapi bagi saya, this's such a Catastrophic disaster!!!

Lebay...

Agree. I accept that you might say that.

Tapi bagi saya, peristiwa ini bisa bikin saya tidak bisa tidur, melek sampai pagi, yang keesokan harinya bisa bikin saya seperti zombie: kelopak mata terbuka, badan tegap menumpu, tapi pandangan kosong. Singkat kata, mirip orang yang o'on (apakah perlu ditambah dengan membuka katup mulut beberapa mili? hehe...). So, I just don't want this ridiculous tragedy takes place in me anymore. At least, I'm trying not to.

Dan sekarang, jari saya pun saya paksakan untuk menari diatas tuts keyboard laptop butut tercinta. Just to keep me awake, until the time.

Apakah Anda pernah nonton film "Superman Returns"? Bagi yang belum tidak apa-apa, karena Allah dan Rasul tidak mewajibkan, dan para ulama pun tidak mengeluarkan fatwa wajib untuk nonton film ini. (Dan saya pun sekarang bingung, apakah hukum nonton film ini menjadi sunnah, mubah, makruh, ato haram? Bagaimana menurut Anda?). Dan bagi Anda yang pernah nonton film ini saya ingin mengajak Anda untuk mengingat salah satu scene dimana Lex Luthor sedang terlibat perbincangan satu arah dengan rekan wanitanya (saya lupa namanya siapa). Lex bilang ayahnya pernah mengatakan kepada dia, bahwa didunia ini (baca: dunia kehidupan saat ini) terdapat beberapa hal yang akan senantiasa diperebutkan. Bahkan manusia bisa pernah menghamba dan mempertaruhkan nyawa mereka atau nyawa orang-orang terdekat mereka untuk bisa mendapatkannya, atau lebih tepatnya: menguasainya. Whatever it takes. Apakah hal yang dimaksud itu?

"DIRT". Coba Anda iseng-iseng cek di kamus arti dari kata ini. Setelah Saya cari di fasilitas bantuan yang disediakan MS. Word, terdapat tiga kata sinonim atau persamaan utama: Grime, Soil, dan Gossip. Secara konteks, sebenarnya (menurut hemat saya) kata 'dirt' yang dimaksud si Lex ini lebih mengarah ke kata Soil, yang jika dibahasa Indonesia-kan berarti debu, tanah, dan bumi. Karena di scenes berikutnya terlihat jelas jika si Lex ini akan membuat daratan baru dengan bahan dasar ramuan kristal dan kripton. Ramuan tersebut disuntikkan di tengah lautan samudera (antah-berantah), sehingga lahirlah gugusan-gugusan bebatuan yang memberikan dampak buruk, khususnya bagi penduduk Metropolis.

Gempa dan tsunami berkekuatan tinggi menghempaskan bangunan-bangunan serta gedung-gedung pencakar langit kota Metropolis. Beruntunglah si ganteng Clark Kent mencium gelagat alam yang sangat tidak bersahabat itu dan dengan sigap berusaha sekuat tenaga menyelamatkan penduduk kota Metropolis dan mengurangi kekacauan yang terjadi (namanya juga film ya; There'll be always a hero, at the very last minute).

Oiya, ternyata saya belum meneruskan apa yang dikatakan Papa-nya Lex, yang berujung dengan aksinya menenggelamkan pulau dan seisinya – yang ternyata digagalkan akang Suparman. Horree….. Papa-nya Lex (ada yang tau siapa papa-nya Lex Luthor) bilang debu atau tanah akan menjadi salah satu hal yang akan amat sangat diperebutkan manusia, sepanjang masa, sampai Malaikat Israfil meniup terompet Sangkakala-nya. Mengapa? Karena produksinya sudah di stop.

Ada juga film lain yang berkaitan dengan keberadaan tanah: “Water World”, dibintangi oleh Kevin Costner (bener gak sih tulisan namanya?), yang di film ini berakting sebagai manusia mutan: manusia dengan insang ikan. Walaupun alur ceritanya berbeda tapi tujuannya sama. Di film water world dikisahkan bpara penghuni lautan memiliki sebuah mitos bahwa di salah satu bagian bumi ini terdapat hamparan tanah. Ternyata sebagaian dari mereka percaya bahwa mitos itu bukan hanya sebatas omongan saja, karena diantara mereka dan kaum smokers mendapati sebuah peta yang akan menghantarkan mereka ke tanah itu. Sialnya, peta yang dimaksud tergambar diatas punggung seorang gadis bocah yang gemar menggambar. Maka terjadilah perseteruan diantara mereka yang menginginkan peta, yang dipercaya menjanjikan tanah daratan itu.

Sebegitu hebohnya tontonan yang disuguhkan (apakah iya? Tergantung selera sih. Kalo saya Selero Bundo sajalah…). Know what? Cuman pelem aja ko’!

But one thing I just wonder: Apakah si sutradara, atau penulis scenario percaya akan adanya Sang Maha Pencipta? Apakah mereka mengerti tentang bagaimana debu, tanah, bumi, alam semesta tercipta? Intinya adalah: Do we the same understanding about God, world, earth, and the universe? about the creator, creatures, and creations? Hope so.

Seringkali kita sulit untuk mendefinisikan permasalah yang kita hadapi, seringkali kita tidak mau ambil pusing, tidak mau tahu, dan merasa acuh ketika diajak berdiskusi membahas, apa sih sebenarnya yang kita permasalahkan? Hal ini kan sudah biasa terjadi diantara kita! Okelah, kita bisa saja sudah punya pengertian terhadap satu kasus yang terjadi, tapi bagi orang lain kasus itu bisa ditafsirkan berbeda, dan inilah salah satu kondisi yang bisa memicu kericuhan. Di setiap sesi latihan, sesi gladi, bahkan pada saat koor paduan suara melantunkan sebuah intonasi musical, sang pemandu selalu akan menginstruksikan bahwa lagu tersebut akan dimulai dengan ketukan sekian per sekian, agar nada tersebut bisa dilantunkan secara bersama dengan indah (hueks. Belagu. Sotoy marotoy ah saya…). Persamaan Nada, Persamaan Persepsi, Persamaan Paradigma.

Saya pikir pembicaraan saya sudah ngelantur.

(disela-sela penulisan ini saya sempat makan malam, makan besar. Laperrr…)

Tadi pagi menjelang siang saya diajak abang ipar saya untuk menangkap ikan di empang depan rumah, bahasa kerennya: nyengkalimin. Sebenarnya lahan yang digunakan sebagai empang depan rumah adalah milik Negara, karena masih berada di jalur saluran irigasi. Daripada lahan tersebut dibiarkan menganggur, galian tanah itu pun di isi dengan air, dan atas inisiatif Ibu saya, beberapa meter di sekitar lahan ditanami berbagai macam tumbuhan produktif (tanaman berbuah). Sudah beberapa kali keluarga saya menikmati buah-buahan dari hasil tanaman lahan ini; ada nangka, papaya, pisang, mangga kelapa, mangga arumanis, dan banyak juga tanaman yang belum berbuah.

Untuk galian yang saat ini menjadi empang, saat tidak tahu persisnya kapan lahan tersebut dirubah menjadi empang, karena semenjak saya bisa mengingat lahan tersebut memang sudah berupa empang. Dulunya empang ini tidak ada yang serius mengelola dan keliatan semrawut. Semenjak keluarga saya pindah ke lokasi ini, empang tersebut sudah pernah beberapa kali di isi dengan berbagai macam ikan tawar: gurame, mas, patin, mujaer. Orientasinya sih masih sekedar untuk iseng-iseng saja. Palingan untuk dikonsumsi sendiri dan dibagi-bagi ke keluarga.

Untuk kali ini, sepertinya abang ipar saya sudah mulai agak serius mengelola empang ini, setelah sebelumnya beberapa kali isi kolam empang ini ludes des di serbu ular. Entah ular apa itu namanya. Kadut mungkin…

Untuk mempercepat proses pembersihan empang dari ikan-ikan liar, air kolam dicampur dengan sejenis serbuk, warnanya putih, seperti garam. Saat itu sebenernya saya masih terlelap ketika sayup-sayup saya mendengar nama saya dipanggil, dan saya pun bangun sambil ucek-ucek mata, ngintip lewat jendala kamar. Insomnia, kali ini saya harus menyebut kata itu, karena semalam saya tidak bisa tidur, lagi (entah untuk yang keberapa saya juga tidak ingat…), sampai menjelang jam 5 pagi sepertinya saya baru terlelap.

Ketika sadar apa yang sedang terjadi, langsung saja saya menceburkan diri ke kolam. Airnya dangkal, hanya lumpurnya saja yang tinggi. Saya pun membantu menangkapi ikan yang sudah keliatan menggelepar megap-megap mencari oksigen.

Cuaca dari awal memang sudah basah, dan saya bersama yang lain juga akhirnya basah-basahan, atas dari gerimis, bawah dari air kolam. Sambil menangkapi ikan, saya teringat salah satu programnya MTV, yaitu MTV Staying Alive, program yang mensponsori penanggulangan HIV dan AIDS. Saya begitu tersentuh ketika ikan-ikan itu lompat-lompat mencari lokasi aman yang belum terkontaminasi cairan memabukkan mereka. Sejenak saya tertegun, don’t they deserve a better life? Dengan perasaan campur aduk, saya pun akhirnya menangkapi mereka dan mengaduk-aduk mereka dengan tidak sengaja agar bisa muat di wadah yang saya bawa. Poor fishes…

Hasil tangkapan kali ini tidak begitu memuaskan, karena niat awal kami adalah membersihkan empang dari ikan-ikan liar, terutama yang predator. Penangkapan kami akhiri dengan terjaring seekor ikan lele dengan ukuran XXXL, besar kepalanya melebihi diameter lengan saya.

Menjelang sore kegiatan di empang depan rumah kembali diteruskan. Sebagai langkah preventif, abang ipar saya sudah menyiapkan jaring-jaring berbentuk keramba untuk dipasang di empang ini. Paling tidak, ular-ular liar itu mesti berpikir kembali bagaimana caranya masuk ke dalam empang yang dilapisi dua jaring…(ular berkepala botak atau dikuncir mungkin?)

Mudah-mudahan bisa panen besar. Aamiin…


It's time to go sleep now. Besok pagi rencana mau hadir ke acara silatnas alumni di Plenary Hall, JCC.

Kamis, 07 Januari 2010

Z O M B I E

Apa yang pertama kali terlintas di pikiran Anda saat membaca judul postingan ini? Saya akan berikan beberapa opsi bagi Anda untuk bisa memilih, bisa satu, atau mungkin juga semuanya. (opsi ini saya buat sendiri dan tidak didedikasi untuk penilitian scientific).

a. Sesuatu yang menyeramkan
b. Makhluk hidup yang tidak hidup
c. Mutasi kehidupan yang terhalang ketidaksempurnaan
d. ENGGAK PENTING
e. ENGGAK PEDULI
f. Lainnya...(silahkan Anda tambahkan sendiri)___________

THE DEAD WALK. Apa artinya? Jika saya ditanya arti dari kalimat tersebut, maka dengan secara otomatis otak saya pun langsung memberikan perintahnya kepada lidah dan mulut untuk bekerjasama mengeluarkan kata: Orang Yang Mati sedang berjalan. Tapi kemudian, setelah menjawab pertanyaan tersebut, otak saya pun akan langsung merespon dengan kembali bertanya kepada dinding tempurung dalam kepala: Apa bisa?

Sebenarnya kata 'zombie' saya ambil karena teringat oleh film yang, sudah beberapa kali, saya tonton: Resident Evil. Dan kalimat 'the dead walk' juga saya ambil dari salah satu scene film tersebut, dimana potongan kata ini tercantum dalam salah satu tagline surat kabar dalam film. Tanpa bermaksud untuk berpromosi, atau bahkan berniat untuk menjatuhkan citra film tersebut (karena saya pribadi tidak punya kapasitas untuk menilai, secara profesional, apalagi berangan dipanggil untuk menjadi juri piala citra!!!). Saya juga sebenarnya punya penilain pribadi terhadap film yang mengangkat keberadaan makhluk aneh ditengah manusia ini.

Zombie. Apakah makhluk ini bisa dikategorikan sebagai manusia? hewan? atau hanya benda?!!!

(Ingat, ini bukan postingan gosip!!!) Saya berasumsi jika Anda yang membaca postingan ini pernah tau, pernah dengar, atau pernah membaca media, yang mengabarkan retaknya keluarga Pasha 'Ungu", yang disusul dengan melejitnya hits single salah satu album Ungu di belantika musik Indonesia. Judulnya 'Hampa'. Dan seperti diiringi dalam sebuah hentakan instrumen, bait ini pun meluncur: "Pernahkah kau merasa, hatimu hampa? Pernahkah kau merasa, hatimu kosong?"

Halaaa...h... apa pula ini?Penting gak sih dibahas?!!!

Itu hak Anda jika menurut Anda semua yang saya tulis tidak penting. Tapi saya pun menggunakan hak saya untuk menyuarakan, bahwa: SHITS HAPPEN...

Hmm...kenapa tiba2 kok marah2 ya? Maafkan saya. Saya terlalu terbawa suasana.

Mari kita merenung sejenak.

Pernahkah Anda merasa, ketika sedang meletakkan jari2 diatas tuts keyboard, Anda tidak menulis apa2? Pernahkah Anda merasa, Anda sudah mendiamkan tangan Anda diatas keyboard, tanpa menulis apa2, selama beberapa menit? Dan, pernahkah Anda merasa telah membiarkan mata Anda menerawang tanpa arti ke layar monitor? Jika salah satu atau semua pertanyaan Anda jawab "Ya", maka Anda sudah terinfeksi virus zombie.

Pernahkah Anda, ketika Anda berjalan, atau berkendara, Anda tidak memperhatikan sekeliling Anda? Pernahkah Anda merasa, Anda merasa harus menerobos kerumunan ramai, tanpa memperdulikan apa sebenarnya kepentingan mereka berkerumun? Pernahkah Anda merasa, Andalah yang paling benar, padahal didalam hati kecil Anda sebenarnya mengakui bahwa Andalah yang salah dan yang seharursnya menjadi pihak yang disalahkan? Jika salah satu atau semua pertanyaan Anda jawab "Ya", maka Anda sudah terinfeksi virus zombie.

Semua pertanyaan yang saya tulis pernah saya alami. Jika Anda tidak ingin menjawab dengan jujur itupun hak Anda.

Dalam film Resident Evil, virus yang merubah manusia menjadi zombie adalah contagious, menular. Diceritakan bahwa penularan bisa terjadi karena adanya kontak langsung melalui gigitan dari zombie.

Poinnya adalah, pekerjaan, yang menjadi rutinitas, baik secara teknis maupun natura, kebanyakan membuat kita lupa dengan sekeliling kita. Anda bisa menghitung, sudah berapa banyak waktu yang Anda habiskan dengan duduk mengerjakan unfinished business, (bahkan sampai harus dibawa kerumah-dengan niat untuk bisa segera diselesaikan)? Berapa banyak waktu yang Anda habiskan dengan pekerjaan Anda, dibanding kualitas waktu yang Anda berikan kepada keluarga, kerabat, teman, dan rekan2 yang lain? Berapa kali Anda melewatkan moment2 penting, terlena karena harus berkutat dengan tugas yang membelit, yang Anda pun tidak yakin apakah masih bisa didelegasikan kepada rekan di tempat kerja? Berapa kali Anda merasa acuh terhadap orang terdekat Anda disaat mereka sebenarnya hanya butuh telinga dan kesadaraan Anda untuk mendengarkan?

Masa kerja saya di sektor formal sebenarnya masih belum bisa dikatakan lama, tapi itulah pertanyaan2 yang sebenarnya ditujukan pribadi, untuk saya.

Dalam film tersebut diceritakan bahwa virus tersebut memang memberikan efek menular, tapi virus itu juga ada obatnya atau penawarnya. Sama lah kayak program antivirus untuk. Virus dan anti virus memang pasangan sejoli. Aih aih.... (sambil berteriak dan tersenyum genit...).


Gubrak ****

Jumat, 01 Januari 2010

RESOLUSI

Tanggal 1 di tahun baru 2010 kemarin saya mendapatkan email dari salah satu adek kelas, alumni President University. Biasanya saya tidak terlalu serius menanggapi tulisan hasil 'forward' seseorang. Tapi untuk yang ini saya patut menjadi sebuah exceptional, bahkan berharap resulusi semacam ini tidak hanya muncul dan segar di awal tahun, but throughout our entire life.

Enjoy da reading. Make'em happened.


LIFEBOOK 2010
Health:

1. Drink plenty of water
2. Eat breakfast like a king, lunch like a prince and dinner like a beggar
3. Eat more foods that grow on trees and plants, and eat less food that is manufactured in plants
4. Live with the 3 E's -- Energy, Enthusiasm, and Empathy
5. Make time for prayer
6. Play more games
7. Read more books than you did in 2009
8. Sit in silence for at least 10 minutes each day
9. Sleep for 7 hours
10. Take a 10-30 minutes walk every day ---- and while you walk, smile

Personality:
11. Don't compare your life to others'. You have no idea what their journey is all about.
12. Don't have negative thoughts or things you cannot control. Instead invest your energy in the positive present moment
13. Don't over do ; keep your limits
14. Don't take yourself so seriously ; no one else does
15. Don't waste your precious energy on gossip
16. Dream more while you are awake
17. Envy is a waste of time. You already have all you need..
18. Forget issues of the past. Don't remind your partner with his/her mistakes of the past. That will ruin your present happiness.
19. Life is too short to waste time hating anyone. Don't hate others.
20. Make peace with your past so it won't spoil the present
21. No one is in charge of your happiness except you
22. Realize that life is a school and you are here to learn. Problems are simply part of the curriculum that appear and fade away like algebra class but the lessons you learn will last a lifetime.
23. Smile and laugh more
24. You don't have to win every argument. Agree to disagree.

Community:
25. Call your family often
26. Each day give something good to others
27. Forgive everyone for everything
28. Spend time with people over the age of 70 & under the age of 6
29. Try to make at least three people smile each day
30. What other people think of you is none of your business
31. Your job won't take care of you when you are sick. Your family and friends will. Stay in touch.

Life:
32. Do the right things
33. Get rid of anything that isn't useful, beautiful or joyful
34. GOD heals everything
35. However good or bad a situation is, it will change
36. No matter how you feel, get up, dress up and show up
37. The best is yet to come
38. When you awake alive in the morning, thank GOD for it
39. Your Inner most is always happy. So, be happy.

Last but not the least :

40. Do forward this to everyone you care about .